Monday, December 12, 2016

Surat terbuka untuk Jokowi soal revisi aturan Minerba

Pemerintah Jokowi-JK berencana akan merevisi Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Jika direvisi, pemerintah mengizinkan perusahaan tambang untuk melakukan ekspor tambang mentah atau konsentrat hingga 5 tahun ke depan. Persyaratannya, perusahaan tambang tersebut tetap harus membangun pabrik pengolahan atau pemurnian konsentrat alias smelter.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade tidak terima dengan niat pemerintahan Jokowi. Dia bahkan membuat surat terbuka untuk Jokowi agar niatan ini tidak dilakukan. Dalam surat terbukanya, dia menyebut revisi aturan ini untuk memuluskan langkah Freeport dan Newmont mengirim hasil alam Indonesia keluar negeri.
"Revisi ini justru menganakemaskan dua perusahaan di satu sisi dan menganaktirikan perusahaan BUMN (Antam) di sisi yang lain," ucapnya di Jakarta, Kamis (15/12).
Berikut pernyataan lengkap surat terbuka dari Andre Rosiade.
Yang terhormat Presiden Jokowi,
Perkenankanlah saya, Andre Rosiade, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, menyampaikan beberapa hal mengenai rencana Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pak Presiden,
Dalam rencana revisi PP 1/2014, semua orang tahu bahwa salah satu tujuannya adalah memuluskan langkah Freeport dan Newmont. Yakni agar mereka tetap bisa mengekspor mineral mentah. Revisi ini justru menganakemaskan dua perusahaan di satu sisi dan menganaktirikan perusahaan BUMN (Antam) di sisi yang lain.
Pak Presiden,
Revisi relaksasi ini seharusnya menjadi momentum bagi kebangkitan perusahaan-perusahaan lokal dalam mengelola potensi sumber kekayaan alam Indonesia. Namun dibawah kebijakan anak buah Bapak, perusahaan lokal dan BUMN justru dianaktirikan.
Antam sebagai perusahaan plat merah di bawah Kementerian BUMN, seharusnya diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri mengekspor bijih nikel 1,7 ke bawah. Selama ini, bijih nikel 1,7 ke bawah tidak bisa dimanfaatkan oleh perusahaan smelter dalam negeri. Smelter yang ada di Indonesia selama ini mengonsumsi bijih nikel kadar tinggi, yakni kadar 2,0.
Perusahaan BUMN yang seharusnya berkembang dan mengelola kekayaan sumber daya alam justru ditentang oleh pihak pemerintah sendiri. Ada Ketua Umum Asosiasi Smelter Indonesia R Sukhyar dan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan.
Pak Presiden,
Sukhyar merupakan mantan Dirjen Minerba yang tidak mempunyai perusahaan smelter dan kini menjadi Staf Ahli di lingkungan Kementerian Perindustrian. Kenapa Sukhyar dan Putu menghalangi perusahaan BUMN mendapatkan kesempatan melakukan ekspor bijih nikel kadar rendah yang notabene tidak bisa dipergunakan smelter dalam negeri.
Pak Presiden,
Bijih nikel lowgrade selama ini terbuang sia-sia. Padahal dengan terbuangnya bijih nikel kadar rendah sama saja menghilangkan potensi pendapatan negara. Sekarang potensi itu dimanfaatkan luar biasa oleh Pemerintah Filipina dengan menjual bijih nikel kadar rendah 50 USD per ton. Bisa dibayangkan seandainya PT Antam diberikan kesempatan mengekspor 20 juta ton per tahun yang tidak bisa diserap smelter dalam negeri.
Jumlah itu dikalikan USD 50 per ton sama dengan 1 miliar USD. Angka yang cukup besar dihasilkan Antam per tahun jika diberikan kesempatan mengekspor bijih nikel kadar rendah. Apabila dikenakan biaya keluar (ekspor) 10 USD per ton maka pemasukan negara bisa mencapai 200 juta USD per tahun.
Pak Presiden yang terhormat,
Jika perusahaan BUMN diberikan kesempatan melakukan ekspor, dalam lima tahun setidaknya bisa membangun lima smelter tanpa harus disuntik dana melalui penyertaan modal negara (PMN). Belum lagi daerah lokasi kekayaan alam ikut berkembang dan ribuan tenaga kerja terserap serta mendapatkan manfaat dari Antam. Pak Presiden, sekali lagi jangan anaktirikan Antam.
Dengan memberikan perusahaan BUMN, ini juga merupakan stimulus ekonomi pasca tax amnesty yang berakhir pada April 2017 nanti. Sangat disayangkan Pak Presiden, pejabat kita di Kemenperin, begitu gencar bekerjasama dengan Asosiasi Smelter untuk menghalangi kebijakan pro rakyat, kebijakan pro NKRI dan menguntungkan rakyat Indonesia. Mereka justru berpihak pada kepentingan investor smelter, pada kepentingan asing.
Pak Presiden,
Ada dua pihak yang takut jika Antam diberikan kesempatan ekspor. Pertama investor dari Tiongkok, mereka ingin mengendalikan bijih nikel Indonesia tetap rendah yang pada gilirannya menyebabkan ratusan tambang nikel gulung tikar. Lalu, puluhan ribu orang menganggur dan bijih nikel kadar rendah terbuang serta bijih nikel kadar tinggi harganya dalam kontrol mereka.
Akan banyak perusahaan tambang nikel yang gulung tikar daripada memproduksi tapi mendapatkan kerugian. Apa yang diperjuangan mereka ini sangat semena-mena terhadap pengusaha lokal di Indonesia.
Pihak kedua Pak Presiden, Filiphina yang tidak menginginkan Antam ekspor. Karena dengan begitu mereka akan mendapatkan terus mendapatkan keuntungan.
Pak Presiden yang terhormat,
Kebijakan Menteri BUMN Rini Soemarno yang turut melarang Antam untuk mengekpsor juga bertentangan dengan gagasan besar pemerintahan Bapak, yakni Trisakti dan penjabarannya dalam Nawa Cita. Saya akhirnya memahami kenapa Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri begitu 'memusuhi' Rini Soemarno. Sebab ternyata kebijakannya cenderung membela kepentingan asing daripada membela kepentingan negara sendiri.
Saya juga ingat apa yang disampaikan Ketum Gerindra Prabowo Subianto mengenai kebocoran-kebocoran sumber-sumber daya alam yang merupakan kekayaan negara. Untuk itu Pak Presiden, sebagai anak bangsa memohon agar Bapak bisa memberikan putusan terbaik bagi bangsa dan negara ini. Seandainya meragukan pendapat saya, mungkin Bapak bisa memanggil ESDM untuk mendapatkan informasi yang utuh.
Pak Presiden,
Tanpa bermaksud menggurui, penting kiranya kepentingan bangsa dan negara dan kedaulatan energi diatas kepentingan asing. Sudah saatnya SDM dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa sendiri, untuk kesejahteraan rakyat. Investor asing boleh masuk tapi jangan sampai mengatur dan merugikan kedaulatan kita.
Terakhir, negara ini butuh pejabat yang membela kedaulatan SDM dan kepentingan bangsa, bukan membela kepentingan asing.
Sebelumnya, Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luhut Binsar Panjaitan memberi sinyal akan mengizinkan perusahaan tambang untuk melakukan ekspor tambang mentah atau konsentrat hingga 5 tahun ke depan. Persyaratannya, perusahaan tambang tersebut tetap harus membangun pabrik pengolahan atau pemurnian konsentrat alias smelter.
Luhut mengatakan, aturan mengenai ekspor tambang mentah ini akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara tengah dalam tahap penyelesaian.
Nantinya, dalam beleid tersebut pemerintah akan mengizinkan perusahaan tambang untuk melakukan ekspor mineral mentah dalam 3 sampai 5 tahun.
"Sekarang sedang di-finalisasi oleh Pak Bambang Gatot (Dirjen Minerba). Apa itu, misalnya kita memberi waktu 3-5 tahun untuk pembangunan smelter buat perusahaan yang bisa membangun smelter. Tapi perusahaan kecil yang marjinal yang tidak bisa bangun smelter tapi dia bisa bekerja sama dengan smelter-smelter seperti Inti Plasma," ujar Luhut di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/10).

No comments:

Post a Comment