Pemerintah Jokowi-JK berencana akan merevisi Peraturan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara. Jika direvisi, pemerintah mengizinkan
perusahaan tambang untuk melakukan ekspor tambang mentah atau
konsentrat hingga 5 tahun ke depan. Persyaratannya, perusahaan tambang
tersebut tetap harus membangun pabrik pengolahan atau pemurnian
konsentrat alias smelter.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade tidak
terima dengan niat pemerintahan Jokowi. Dia bahkan membuat surat terbuka
untuk Jokowi agar niatan ini tidak dilakukan. Dalam surat terbukanya,
dia menyebut revisi aturan ini untuk memuluskan langkah Freeport dan
Newmont mengirim hasil alam Indonesia keluar negeri.
"Revisi ini justru menganakemaskan dua perusahaan di satu sisi dan
menganaktirikan perusahaan BUMN (Antam) di sisi yang lain," ucapnya di Jakarta, Kamis (15/12).
Berikut pernyataan lengkap surat terbuka dari Andre Rosiade.
Yang terhormat Presiden Jokowi,
Perkenankanlah saya, Andre Rosiade, Wakil Sekretaris Jenderal DPP
Partai Gerindra, menyampaikan beberapa hal mengenai rencana Revisi
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pak Presiden,
Dalam rencana revisi PP 1/2014, semua orang tahu bahwa salah satu
tujuannya adalah memuluskan langkah Freeport dan Newmont. Yakni agar
mereka tetap bisa mengekspor mineral mentah. Revisi ini justru
menganakemaskan dua perusahaan di satu sisi dan menganaktirikan
perusahaan BUMN (Antam) di sisi yang lain.
Pak Presiden,
Revisi relaksasi ini seharusnya menjadi momentum bagi kebangkitan
perusahaan-perusahaan lokal dalam mengelola potensi sumber kekayaan
alam Indonesia. Namun dibawah kebijakan anak buah Bapak, perusahaan
lokal dan BUMN justru dianaktirikan.
Antam sebagai perusahaan plat merah di bawah Kementerian BUMN,
seharusnya diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri mengekspor
bijih nikel 1,7 ke bawah. Selama ini, bijih nikel 1,7 ke bawah tidak
bisa dimanfaatkan oleh perusahaan smelter dalam negeri. Smelter yang ada
di Indonesia selama ini mengonsumsi bijih nikel kadar tinggi, yakni
kadar 2,0.
Perusahaan BUMN yang seharusnya berkembang dan mengelola kekayaan
sumber daya alam justru ditentang oleh pihak pemerintah sendiri. Ada
Ketua Umum Asosiasi Smelter Indonesia R Sukhyar dan Dirjen Industri
Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I
Gusti Putu Suryawirawan.
Pak Presiden,
Sukhyar merupakan mantan Dirjen Minerba yang tidak mempunyai
perusahaan smelter dan kini menjadi Staf Ahli di lingkungan Kementerian
Perindustrian. Kenapa Sukhyar dan Putu menghalangi perusahaan BUMN
mendapatkan kesempatan melakukan ekspor bijih nikel kadar rendah yang
notabene tidak bisa dipergunakan smelter dalam negeri.
Pak Presiden,
Bijih nikel lowgrade selama ini terbuang sia-sia. Padahal dengan
terbuangnya bijih nikel kadar rendah sama saja menghilangkan potensi
pendapatan negara. Sekarang potensi itu dimanfaatkan luar biasa oleh
Pemerintah Filipina dengan menjual bijih nikel kadar rendah 50 USD per
ton. Bisa dibayangkan seandainya PT Antam diberikan kesempatan
mengekspor 20 juta ton per tahun yang tidak bisa diserap smelter dalam
negeri.
Jumlah itu dikalikan USD 50 per ton sama dengan 1 miliar USD.
Angka yang cukup besar dihasilkan Antam per tahun jika diberikan
kesempatan mengekspor bijih nikel kadar rendah. Apabila dikenakan biaya
keluar (ekspor) 10 USD per ton maka pemasukan negara bisa mencapai 200
juta USD per tahun.
Pak Presiden yang terhormat,
Jika perusahaan BUMN diberikan kesempatan melakukan ekspor, dalam
lima tahun setidaknya bisa membangun lima smelter tanpa harus disuntik
dana melalui penyertaan modal negara (PMN). Belum lagi daerah lokasi
kekayaan alam ikut berkembang dan ribuan tenaga kerja terserap serta
mendapatkan manfaat dari Antam. Pak Presiden, sekali lagi jangan
anaktirikan Antam.
Dengan memberikan perusahaan BUMN, ini juga merupakan stimulus
ekonomi pasca tax amnesty yang berakhir pada April 2017 nanti. Sangat
disayangkan Pak Presiden, pejabat kita di Kemenperin, begitu gencar
bekerjasama dengan Asosiasi Smelter untuk menghalangi kebijakan pro
rakyat, kebijakan pro NKRI dan menguntungkan rakyat Indonesia. Mereka
justru berpihak pada kepentingan investor smelter, pada kepentingan
asing.
Pak Presiden,
Ada dua pihak yang takut jika Antam diberikan kesempatan ekspor.
Pertama investor dari Tiongkok, mereka ingin mengendalikan bijih nikel
Indonesia tetap rendah yang pada gilirannya menyebabkan ratusan tambang
nikel gulung tikar. Lalu, puluhan ribu orang menganggur dan bijih nikel
kadar rendah terbuang serta bijih nikel kadar tinggi harganya dalam
kontrol mereka.
Akan banyak perusahaan tambang nikel yang gulung tikar daripada
memproduksi tapi mendapatkan kerugian. Apa yang diperjuangan mereka ini
sangat semena-mena terhadap pengusaha lokal di Indonesia.
Pihak kedua Pak Presiden, Filiphina yang tidak menginginkan Antam
ekspor. Karena dengan begitu mereka akan mendapatkan terus mendapatkan
keuntungan.
Pak Presiden yang terhormat,
Kebijakan Menteri BUMN Rini Soemarno yang turut melarang Antam
untuk mengekpsor juga bertentangan dengan gagasan besar pemerintahan
Bapak, yakni Trisakti dan penjabarannya dalam Nawa Cita. Saya akhirnya
memahami kenapa Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri begitu 'memusuhi' Rini
Soemarno. Sebab ternyata kebijakannya cenderung membela kepentingan
asing daripada membela kepentingan negara sendiri.
Saya juga ingat apa yang disampaikan Ketum Gerindra Prabowo
Subianto mengenai kebocoran-kebocoran sumber-sumber daya alam yang
merupakan kekayaan negara. Untuk itu Pak Presiden, sebagai anak bangsa
memohon agar Bapak bisa memberikan putusan terbaik bagi bangsa dan
negara ini. Seandainya meragukan pendapat saya, mungkin Bapak bisa
memanggil ESDM untuk mendapatkan informasi yang utuh.
Pak Presiden,
Tanpa bermaksud menggurui, penting kiranya kepentingan bangsa dan
negara dan kedaulatan energi diatas kepentingan asing. Sudah saatnya
SDM dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa sendiri, untuk kesejahteraan
rakyat. Investor asing boleh masuk tapi jangan sampai mengatur dan
merugikan kedaulatan kita.
Terakhir, negara ini butuh pejabat yang membela kedaulatan SDM dan kepentingan bangsa, bukan membela kepentingan asing.
Sebelumnya, Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luhut
Binsar Panjaitan memberi sinyal akan mengizinkan perusahaan tambang
untuk melakukan ekspor tambang mentah atau konsentrat hingga 5 tahun ke
depan. Persyaratannya, perusahaan tambang tersebut tetap harus membangun
pabrik pengolahan atau pemurnian konsentrat alias smelter.
Luhut mengatakan, aturan mengenai ekspor tambang mentah ini akan
diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara tengah
dalam tahap penyelesaian.
Nantinya, dalam beleid tersebut pemerintah akan mengizinkan
perusahaan tambang untuk melakukan ekspor mineral mentah dalam 3 sampai 5
tahun.
"Sekarang sedang di-finalisasi oleh Pak Bambang Gatot (Dirjen
Minerba). Apa itu, misalnya kita memberi waktu 3-5 tahun untuk
pembangunan smelter buat perusahaan yang bisa membangun smelter. Tapi
perusahaan kecil yang marjinal yang tidak bisa bangun smelter tapi dia
bisa bekerja sama dengan smelter-smelter seperti Inti Plasma," ujar
Luhut di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/10).
No comments:
Post a Comment